Minggu, 08 Desember 2013

Bio Adsorben

Bio Adsorben I. Tujuan : Memahami secara kualitatif sifat-sifat adsorpsi zat terlarut dari suatu larutan pada permukaan adsorben. II. Dasat Teori : Adsorpsi adalah proses dimana satu atau lebih unsur-unsur pokok dari suatu larutan fluida akan lebih terkonsentrasi pada permukaan suatu padatan tertentu (adsorben). Dengan cara ini, komponen-komponen dari suatu larutan, baik itu dari larutan gas ataupun cairan, bisa dipisahkan satu sama lain (Treybal, 1980). Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam absorbens sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada permukaannya (Sukardjo, 1990). Komponen yang terserap disebut adsorbat (adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya penyerapan disebut adsorben (adsorbent / substrate). Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat digolongkan menjadi adsorpsi fisik dan kimia. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar. Kekuatan interaksi juga dipengaruhi oleh sifat keras-lemahnya dari adsorbat maupun adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan istilah polarizing power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam suatu ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation besar cenderung bersifat keras. Sifat polarizing power cation yang besar dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran (jari-jari) kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya sifat polarizing power cation yang rendah dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran besar namun muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan ion lemah. Sedangkan pengertian keras untuk anion dihubungkan dengan istilah polarisabilitas anion yaitu, kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat medan listrik dari kation. Anion bersifat keras adalah anion berukuran kecil, muatan besar dan elektronegativitas tinggi, sebaliknya anion lemah dimiliki oleh anion dengan ukuran besar, muatan kecil dan elektronegatifitas yang rendah. Ion logam keras berikatan kuat dengan anion keras dan ion logam lemah berikatan kuat dengan anion lemah. Jumlah zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben merupakan proses berkesetimbangan, sebab laju peristiwa adsorpsi disertai dengan terjadinya desorpsi. Pada awal reaksi, peristiwa adsorpsi lebih dominan dibandingkan dengan peristiwa desorpsi, sehingga adsorpsi berlangsung cepat. Pada waktu tertentu peristiwa adsorpsi cendung berlangsung lambat, dan sebaliknya laju desorpsi cendrung meningkat. Waktu ketika laju adsorpsi adalah sama dengan laju desorpsi sering disebut sebagai keadaan berkesetimbangan. Pada keadaan berkesetimbangan tidak teramati perubahan secara makroskopis. Waktu tercapainya keadaan setimbang pada proses adsorpsi adalah berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh jenis interaksi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat. Secara umum waktu tercapainya kesetimbangan adsorpsi melalui mekanisme fisika (fisisorpsi) lebih cepat dibandingkan dengan melalui mekanisme kimia atau kemisorpsi. III. Alat dan Bahan : • Alat yang digunakan adalah rak tabung reaksi, tabung reaksi, gelas ukur, mortal, palu, pipet testes, cawan, neraca analitik, spatula. • Bahan yang digunakan adalah lidah buaya, lidah mertua, daun buah nanas, larutan CuSO4, KMnO4, dan K2Cr2O7 IV. Cara Kerja Dicuci daun buah nanas, lidah buaya, dan lidah mertua sampai bersih dan dikeringkan. Kemudian masing-masing dihaluskan dengan menggunakan mortal beserta palu. Disiapkan beberapa tabung reaksi beserta raknya, Masing-masing pada tumbuhan yang sudah dihaluskan tersebut dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan FeCl3 untuk tumbuhan lidah buaya dan lidah mertua, kemudian disiapkan lagi tabung reaksi untuk larutan CuSO4 lalu masing-masing tabung reaksi dimasukan lidah buaya dan lidah mertua. Pada daun nanas yang sudah dihaluskan disiapkan tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi dimasukan daun nanas yang sudah dihaluskan tersebut, kemudian masing-masing tabung reaksi dimasukan larutan KMnO4 dan CuSO4. Diamati perubahan yang terjadi selama 1 hari. V. Hasil Pengamatan • Larutan CuSO4 No Bahan Keterangan 1 Lidah mertua Bening 2 Lidah buaya Bening-kebiruan ** keterangan : Lidah mertua lebih jernih daripada lidah buaya • Larutan FeCl3 No Bahan Keterangan 1 Lidah buaya Kuning-keruh 2 Lidah mertua Bening kekuningan ** keterangan : Lidah mertua lebih jernih daripada lidah buaya • Daun Nanas No Bahan Keterangan 1 KMnO4 ( ungu) Kuning –bening 2 CuSO4 ( biru muda) Biru muda ** keterangan : Dengan menggunakan larutan KMnO4 lebih jernih daripada menggunakan larutan CuSO4

Ekstraksi dengan Cara Reduksi

Ekstraksi dengan Cara Reduksi I. Tujuan : Mengetahui cara ekstraksi unsur logam dari oksida menggunakan karbon atau senyawa karbon sebagai pereduksi. II. Dasar Teori : Secara termodinamika reaksi berlangsung spontan bila nilai perubahan energi bebas Gibbs (ΔG) negatif. Nilai ΔG dihitung dengan menggunakan rumus : • ΔG = [ΔG0 (C, oksida C)]-[ ΔG0 (logam, oksida logam)] Harga ΔG0 dipengaruhi oleh suhu sesuai dengan rumus : • ΔG0 = - R T ln K Sehingga agar ΔG negatif maka harga ΔG0 (logam, logam oksida) harus lebih besar dari ΔG0 (C, oksida C). Teori ini sudah disedrhanakan dalam bentuk diagram yang disebut dengan diagram Ellingham. Suhu minimal agar reaksi redoks berlangsung spontan adalah dimana terjadi perpotongan grafik antara C, oksida C dengan logam, oksida logam : (C, COx) dengan (M, MOy). • (i) M(s) + O2(g) à MO(s) • (ii) C(s) + O2(g) à CO2(g) • (iii) C(s) + O2(g) à CO(g) • (iv) CO(g) + O2(g) à CO2(g) III. Alat dan Bahan • Alat yang digunakan adalah magnet, cawan porselin, furnace, dan neraca analitik • Bahan yang digunakan adalah CuO dan karbon (arang) IV. Cara Kerja Dicelupkan magnet ke dalam serbuk CuO dan ke dalam serbuk karbon. Diperhatikan apakah karbon dan CuO ditarik oleh magnet. Didiamkan campuran 10 gram CuO dengan 5 gram C dalam cawan porselin. Dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 2500. Bila telah 30 menit, cawan dipindahkan dan furnace dimatikan. Campuran didinginkan kemudian dimasukkan magnet ke dalam campuran. Diperhatikan apakah ada zat yang ditarik oleh magnet. V. Hasil Pengamatan Perlakuan Keterangan Arang (karbon aktif) Tidak dapat ditarik oleh magnet Serbuk CuO Tidak dapat ditarik oleh magnet Arang + CuO Tidak dapat ditarik oleh magnet Arang + CuO ( stelah dipanaskan 2500 C) Dapat ditarik oleh magnet VI. Pembahasan Praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan tentang Ekstrasi dengan Cara Reduksi. Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara ekstrasi unsur logam dari oksida menggunakan karbon atau senyawa karbon sebagai pereduksi. Pada percobaan ini pertama praktikan menyelupkan magnet kedalam serbuk CuO dan ke dalam serbuk karbon. Saat magnet dimasukkan kedalam serbuk CuO tidak terjadi gaya magnet, begitu pula pada saat magnet dimasukkan kedalam serbuk C (arang aktif) tidak terjadi terjadi gaya magnet. Pada percobaan selanjutnya yaitu dengan menyelupkan logam kedalam campuran serbuk CuO dan C (atang aktif). Sebelumnya campuran tersebut dipanaskan terlebih dahulu didalam furnace dengan suhu 250o selama 30 menit. Proses pemanasan ini dilakukan kerena apabila CuO dipanaskan kembali bila dengan suhu yang tinggi maka CuO akan berubah menjadi Cu2O. setelah dilakukan pemanasan campuran tersebut lalu didinginkan sebelum menyelupkan magnet kedalam campuran tersebut. Saat magnet dimasukkan kedalam serbuk campuran CuO dan C terjadi gaya magnet. Karena untuk mengekstrasi logam Cu pada CuO dapat dilakukan dengan cara reduksi yaitu dengan menanur CuO dan C pada suhu 2500C. C merupakan reduktor dalam proses ini. Reaksi yang terjadi yaitu : 2 CuO(s) + C(s) → 2 Cu(l) + CO2(g) CuO(s) + CO(g) → 2 Cu(l) + CO2(g) C (s) + O2 (g) → CO2 (g) 2C (s) + O2 (g) → 2CO (g) VII. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dapat menghasilkan gaya magnet ialah pada saat arang + CuO dipanaskan dengan suhu 2500.

KOROSI

KOROSI I. Tujuan : 1. Mengamati perubahan/perkaratan besi 2. Mengamati proses oksidasi dan reduksi yang terjadi pada besi II. Dasar Teori : Korosi adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida dan karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3. xH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah. Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi. Fe(s) ↔ Fe2+(aq) + 2e Eº = +0.44 V Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain besi itu yang bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi. Dengan persamaan reaksinya yaitu : O2(g) + 2H2O(l) + 4e ↔ 4OH-(aq) Eº = +0.40 V atau O2(g) + 4H+(aq) + 4e ↔ 2H2O(l) Eº = +1.23 V Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe2O3. xH2O, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu. III. Alat dan Bahan • Alat yang digunakan adalah gelas piala, cawan petri, batang pengaduk ,penangas air, gelas becker. • Bahan yang digunakan adalah larutan NaCl, agar-agar, K4(Fe(CN)6), fenolftalin, dan larutan HCl. IV. Cara Kerja Disediakan 6 paku beton berukuran sama besar,bersihkan. Dimasukkan paku beton kedalam masing-masing cawan petri. Dimasukkan satu bungkus agar-agar dan aquades 210 ml dipanaskan diatas penanggas air. Dituangkan hasil adonan agar-agar panas sebanyak 35 mL kedalam masing-masing cawan petri hingga menutupi seluruh paku. Ditambahkan 3,6 mL K4(Fe(CN)6), HCl, NaCl, NaOH, PP di amsing-masing cawan petri. Diamati dan dicatat apa yang terjadi selama 30 menit, 1 jam ,2 jam, 6 jam, 3 hari. V. Hasil Pengamatan Waktu Keterangan 30 menit Tidak ada perubahan 1 jam + pp Paku payung berkarat 1 jam + NaCl Paku payung berkarat 2 jam + pp Paku payung berkarat 2 jam + NaCl Paku payung berkarat 1 hari Kontrol + NaCl + PP + K4(Fe(CN)6) Paku payung, jarum pentul, paku paling besar berkarat Paku payung dan jarum pentul berkarat Paku payung dan jarum pentul berkarat Paku payung dan jarum pentul berkarat VI. Pembahasan Pada praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan tetntang korosi besi, besi yang digunakan adalah berupa paku dengan 6 jenis paku yang berbeda. Pada percobaan ini digunakan agar-agar yang berfungsi sebagai medium indikator, juga digunakan untuk mengetahui tempat-tempat reaksi anoda dan katoda terjadi. Terlebih dahulu, agar-agar dilarutkan dalam air mendidih, karena agar-agar tidak larut dalam air dingin. Setelah itu agar-agar dimasukkan kedalam 6 cawan petri yang sudah berisi paku dari jenis yang berbeda tersebut. Agar- agar yang dimasukkan harus menutupi semua paku agar paku tidak terkena udara sehingga akan mempengaruhi korosi. Setelah dituangkan agar-agar paku tersebut diberi 6 perlakuan yang berbeda paku sebagai kontrol, paku diberi HCl, paku diberi NaOH, paku diberi NaCl, paku diberi PP, paku diberi K4(Fe(CN)6). Perbedaan perlakuan tersebut disertai pula perbedaan waktu yang berbeda. Dari hasil pengamatan ketika paku ditambahkan HCl, disekitar paku akan terlihat gelembung-gelembung hal itu disebabkan asamakan mempercepat proses pengkaratan. Jadi, semua jenis pak akan berkarat bila ditambahkan oleh asam. Ketika ditambahkan oleh indikator PP yang menyebabkan adanya warna merah muda dengan adanya OH-, warna merah muda dalam gel menunjukkan tempat dimana reduksi. Lalu penambahan K4Fe(CN)6 yang bertujuan untuk menunjukkan tempat dimana Fe teroksidasi yang ditandai dengan adanya warna biru. dari paku yang digunakkan ada beberapa paku yang dilapisi oleh alumunium sehingga sulit untuk berkarat. VII. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa : • paku yang diberi agar-agar tidak berkorosi • paku yang diberi HCl akan bergelembung dan mudah berkarat • paku yang diberi PP akan berubah menjadi merah muda • paku yang diberi K4Fe(CN)6 berubah menjadi berwarna biru • paku yang di beri NaCl tidak mudah berkarat • paku yang diberi NaOH tidak mudah berkarat

Pembuatan Tembaga (II) Ammonium Sulfat Berhidrat Dan Tembaga (II) Teteraamin Sulfat Berhidrat

Pembuatan Tembaga (II) Ammonium Sulfat Berhidrat Dan Tembaga (II) Teteraamin Sulfat Berhidrat. I. Tujuan : Dapat membuat dan mempelajari pembuatan tembaga (II) ammonium sulfat berhidrat dan tembaga (II) teteraamin sulfat berhidrat. II. Dasar Teori: Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang paling ringan dan paling aktif. Cu+ mengalami disproporsionasi secara spontan pada keadaan standar (baku). Hal ini bukan berarti senyawa larutan Cu (I) tidak mungkin terbentuk. Untuk menilai pada keadaan bagaimana Cu (I) dan Cu (II) terbentuk, yaitu membuat (Cu+) cukup banyak pada larutan air, Cu+ akan berada pada banyak jumlah (sebab konsentrasinya harus sekitar dua juta dikalikan pangkat dua dari Cu+). Disproporsionasi ini akan menjadi sempurna. Di lain pihak jika Cu+ dijaga sangat rendah (seperti pada zat yang sedikit larut atau ion kompleks mantap). Cu2+ sangat kecil dan tembaga (I) menjadi mantap. Tembaga (Cu) adalah logam merah muda yang lunak, dapat di tempa dan liat. Tembaga melebur pada 1038oC. Karena potensial elektroda standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu / Cu+), tembaga tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia dapat larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan tembaga. Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2, namun hanya tembaga (II) yang stabil dan mendominasi dalam larutannya. Dalam air, hampir semua garam tembaga (II) berwarna biru oleh karena warna ion kompleks koordinasi enam [Cu(H2O)6]2+. Reaksi ion Cu+ dengan OH- pada berbagai konsentrasi bergantung pada metodenya. Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan tembaga (II) sulfat (0.1-0,5 M) secara bertetes dengan kecepatan ~ 1 mL/menit menyebabkan terjadinya endapan gelatin biru muda dari garam tembaga (II) hidroksida sulfat, bukan endapan Cu(OH)2. Senyawa tembaga bersifat diamagnetik. Tembaga sulfit teroksidasi superficial dalam udara kadang menghasilkan lapisan warna hijau hidroksida karbonat dan hidrokso sulfat dan SO2. Di atmosfer tembaga mudah larut dalam asam nitrat dan asam sulfat dengan adanya oksigen. Kestabilan relatif kepro dan kopri diartikan dengan potensial Cu*= 0,52 V dan Cu+ = 0,153 V. Kestabilan relatif tergantung pada sulfat anion dan ligan yang cukup beragam dengan pelarut/sifat fisik atom tetangganya dalam kristal. Pelarutan tembaga hidroksida karbonat dan sebagainya dalam asam yang dihasilkan akuo hijau dituliskan [Cu(H2O)6]2+. Diantara berbagai kristal hidratnya adalah sulfat hidratnya adalah sulfat biru CuSO4.5H2O yang paling lazim. CuSO4.5H2O dapat dihidrasi menjadi zat anhidrat yang berwarna putih. Penambahan ligan menyebabkan kompleks dengan pertukaran molekul air secara berurutan. III. Alat dan Bahan • Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas beker 50 mL, batang pengaduk, kaca arloji, corong, kertas saring, gelas ukur, pipet tetes, mortar dan alu. • Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Aquadest, CuSO4 serbuk, NH4OH pekat, alkohol 96 %. IV. Cara Kerja Tembaga (II) Amonium Sulfat Hidrat 5 gram CuSO4.5H2O dan 5 gram (NH4)2SO4 ditimbang. Kemidian dilarutkan dalam 12 ml air panas dalam gelas piala, tutup dengan gelas arloji.Didinginkan, kristal yang terbentuk disaring dan dikeringkan diudara terbuka diaras kertas saring. Endapan dihitung. Tembaga (II) tetra amin sulfat hidrat 6,25 gram CuSO4.5H2O ditimbang dan dihaluskan. Dilarutkan dengan 6 ml H2O damn 10 ml NH4OH pekat, kemudian ditambahkan 10 ml alkohol 96% sedikit demi sedikit. Didiamkan sebentar, didinginkan dalam penangas es. Endapan disaring dan dicuci dengan campuran NH4OH pekat dan alkohol. Kemudian endapan dihitung. V. Hasil Pengamatan  Tembaga (II) Amonium Sulfat Hidrat No. Perlakuan Hasil Pengamatan 1. Ditimbang CuSO4.5H2O dan (NH4)2SO4 Massa CuSO4.5H2O = 5 gram; ristal berwarna biru muda. Massa (NH4)2SO4 = 5 gram; kristal berwarna hijau muda. 2. Dilarutkan dalam 12 mL air panas Larutan warna biru muda. 3. Kristal disaring, dikeringkan dan ditimbang. Warna kristal yang terbentuk biru muda. Massa kristal yang terbentuk = 9.0117 gram. Massa kertas saring = 0,4857 gram.  Tembaga (II) tetra amin sulfat hidrat No. Perlakuan Hasil Pengamatan 1. Ditimbang CuSO4.5H2O Massa CuSO4.5H2O = 6,25 gram. 2. Dilarutkan dalam H2O Warna campuran biru. 3. Ditambahkan NH4OH, kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit alkohol Warna larutan dan endapan biru tua. 4. Endapan disaring, dicuci dengan campuran larutan NH4OH dan alkohol Warna endapan yang disaring biru tua. Massa kertas saring = 0.5288 gram. 5. Endapan yang telah kering ditimbang. Massa endapan + kertas saring = 4.5981 gram. VI. Pembahasan Pembuatan garam rangkap tembaga (II) ammonium sulfat, dengan melarutkan kristal CuSO4.5H2O dan Kristal (NH4)2SO4 dalam aquadest menghasilkan larutan yang berwarna biru muda. Lalu dipanaskan agar kristal dapat melarut dan proses reaksi dapat dipercepat akibat pemanasan. Larutan dibiarkan menjadi dingin pada suhu kamar sampai terbentuk kristal. Kemudian kristal disaring untuk memisahkan kristal dari larutannya. Kristal yang diperoleh dikeringkan agar air yang masih ada pada kristal menguap sehingga diperoleh kristal yang betul-betul kering. Setelah ditimbang, diperoleh berat kristal 9.0117 gram. Adapun reaksinya: CuSO4 5 H2O + (NH4)2 SO4 + H2O → CuSO4 (NH4)2 SO4 . 6 H2O (Kristal biru muda) Dari hasil reaksi di atas terlihat bahwa terbentuk garam Tembaga (II) ammonium sulfat,CuSO4 (NH4)2 SO4 . 6 H2O yang merupakan garam rangkap, karena garam rangkap dibentuk apabila dua garam mengkristal bersama-sama dengan perbandingan molekul tertentu. Garam-garam itu memiliki struktur sendiri dan tidak harus sama dengan struktur garam komponennya. Pada pembuatan garam ini, larutan ammonia yang berfungsi sebagai penyedia ligan,dengan kristal CuSO4.5H2O yang berfungsi sebagai penyedia atom pusat, diencerkan dengan aquadest dimana H2O ini sebagai pengkompleks Cu2+ yang kemudian ligan H2O ini diganti oleh NH3 karena NH3 sebagai ligan kuat yang dapat mendesak ligan netral H2O sehingga warnanya berubah dari biru menjadi biru tua. Ditambahkan alkohol setetes demi tetes agar. Didinginkan pada es batu agar proses pembentukan kristal lebih cepat, kemudian disaring untuk memisahkan kristal dari larutannya. Setelah itu kristal dicuci dengan ammonia hidroksi untuk mempermantap ligan dan dicuci. Kemudian kristal dikeringkan dan ditimbang diperoleh berat Kristal 6,41 gram. Adapun reaksinya: 4 NH4OH + CuSO4 5H2O + H2O → Cu(NH3)4SO4.H2O + 8 H2O Dari reaksi di atas terlihat bahwa terbentuk garam Tembaga (II) tetra amin sulfat hidrat,Cu(NH3)4SO4.H2O, kristal berwarna biru tua. Rendemen yang diperoleh ini sudah cukup baik, karena berarti kristal yangdiperoleh sudah benar-benar kering. VII. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa : 1. Dihasilkan CuSO4(NH4)2SO4.6H2O berwarna biru muda seberat 9.0117 gram. 2. Dihasilkan Cu(NH3)4SO4.6H2O berwarna biru tua seberat 4.5981 gram.

Garam Mohr

Pembuatan Garam Mohr I. Tujuan : Dapat membuat garam mohr atau besi (II) ammonium sulfat (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O II. Dasar Teori Ada dua bijih besi yang terpenting yaitu: hematit (Fe2O3) dan magnetit (Fe3O4). Dan garam besi (II) yang terpenting adalah garam besi (II) sulfat yang dibuat dari pelarutan besi atau besi (II) sulfida dengan asam sulfat encer, setelah itu larutan disaring, lalu diuapkan dan mengkristal menjadi FeSO4.7H2O yang berwarna hijau. Dalam skala besar garam ini dibuat dengan cara mengoksidasi perlahan – lahan FeS oleh udara yang mengandung air. Garam – garam besi (II) atau fero diturunkan dari besi (II) oksida, FeO dalam larutan. Garam – garam inimengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Ion besi (II) dapat mudah dioksidasikan menjadi besi (III), maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efeknya dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan memngoksidasikan ion besi (II). Maka larutan besi (II) harus sedikit asam bila ingin disimpan untuk waktu yang agak lama. Garam besi (II) sulfat dapat bergabung dengan garam – garam sulfat dari garam alkali, membentuk suatu garam rangkap dengan rumus umum yang dapat digambarkan sebagai M2Fe(SO4).6H2O, dimana M merupakan symbol dari logam – logam seperti K, Rb Cs dan NH4. Rumus ini merupakan gabungan dua garam dengan anion yang sama atau identik yaitu M2SO4FeSO4.6H2O. Untuk garam rangkap dengan M adalah NH4, yang dibuat dengan jumlah mol besi (II) sulfat dan ammonium sulfat yang sama, maka hasil ini dikenal dengan garam Mohr. Garam Mohr dibuta dengan mencampurkan kedua garam sulfat dari besi (II) dan ammonium, dimana masing – masing garam dilarutkan sampai jenuh dan pada besi (II) ditambahkan sedikit asam. Pada saat perbandingan hasil campuran pada kedua garam di atas akan diperoleh Kristal yang berwarna hijau kebiru-biruan dengan bentuk monoklin. Garam Mohr tidak lain adalah garam rangkap besi (II) sulfat dengan rumus molekul (NH4)2FeSO4.6H2O atau (NH4)2 (SO4).6H2O. Garam mohr, besi ammonium sulfat, merupakan garam rangkap dari besi sulfat dan ammonium sulfat dengan rumus molekul [NH4]2[Fe][SO4]2.6H2O. garam mohr lebih disukai dari pada besi (II) sulfat untuk proses titrasi karena garam mohr tidak mudah terpengaruh oleh oksigen bebas di udara atau tidak mudah teroksidasi oleh udara bebas dibandingkan besi (II). Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunannya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara 3dimensi. Secara umum zat cair membentuk Kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya berupa Kristal tunggal, yang semua atom – atom padanyannya “terpasang” pada kisi atau struktur Kristal yang sama, tapi secara umum, kebanyakan Kristal terbentuk secara semiltan sehinggs menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya kebanyakan logam yang kita temu ide sehari – hari merupakan poli Kristal mana yang terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia cairannya sendiri, kondisi kita terjafi pengamadatan, dan tekanan ambient. Proses terbentuknya strukrutr krisnalin dikenal sebahaikristalisasi. III. Alat dan Bahan • Alat yang digunakan dalam percobaan adalah gelas piala, gelas ukur, neraca analitik, penanggas air, Stir, batang pengaduk, indikator pH, kertas saring, alumunium foil. • Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah serbuk besi, asam sulfat 10%, ammonia pekat. IV. Cara Kerja Larutan A : 3,5 gram serbuk besi ditambah 50 ml H2SO4 10 %, dipanaskan sampai serbuk besi hampir larut. Disaring (dalam keadaan masih panas) ditambah dengan H2SO4pekat. Kemudian diuapkan hingga terbentuk Kristal. Larutan B : 50 ml H2SO4 10% ditambah dengan NH3pekat diaduk sampai larutan menjadi bening (pH=7) lalu diuapkan sampai jenuh. Larutan A dan B dicampur, didinginkan (dengan es batu) sampai terbentuk kristal hijau muda. Kemudian dilarutkan dengan air panas, ditambah hingga terbentuk kristal hijau muda. Dilarutkan dengan air panas, didiamkan hingga terbentuk kristal. Dihitung tingkat kemurnian kristal. V. Hasil Pengamatan Larutan A No Perlakuan Hasil Pengamatan 1. 1 Dilarutkan 3,5 g serbuk besi dalam 100 mL H2So4 Serbuk besi menjadi larut 2. 2 Larutan disaring ketika masih panas Larutan berwarna bening hijau kebiruan 3. 3 Ditambahkan asam sulfat pekat pada filtrate Larutan berwarna bening hijau Larutan B No. Perlakuan Hasil Pengamatan 1 Dinetralkan 72 mL H2SO4 10 % dengan 23 ammonia Larutan bening (pH = 7) 2 Larutan diuapakan Menjadi larutan jenuh Larutan A dan B No. Perlakuan Hasil Pengamatan 1 Dicampurkan larutan A dan B ketika masih panas Larutan berwarna hijau kebiruan dan tidak terdapat endapan 2 Dipisahkan larutan dengan endapan yang terbentuk dengan kertas saring - 3 Ditimbang kristal yang diperoleh + kertas saring - VI. Pembahasan Praktikum ini, melakukan percobaan pembuatan garam Mohr dari Fe, percobaan dilakukan dibagi tiga. Percobaan pertama melarutkan 3,5 g serbuk besi ke dalam 50 mL asam sulfat 10 %, kemudian dipanaskan. Besi akan larut, stelah itu disaring dan ditambahkan asam sulfat pekat.larutan menjadi benig. Percobaan yang kedua, yaitu 72 mL H2SO4 dinetralkan (pH = 7) dengan 23 ml ammonia, kemudian diuapkan hingga menjadi larutan jenuh. Percobaan yang pertama dan yang kedua dicampur dan didinginkan, tetapi karena kesalahan praktikan tidak terdapat endapan sehingga tidak terbentuk Kristal garam mohr yang diinginkan hal ini dikarenakan ketidaktelitian praktikan dalam pembuatan larutan A dan B. VII. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa garam mohr dapat dibuat dari serbuk besi, tetapi karena kesalahan praktikan tidak menghasilkan kristal mohr yang diinginkan.